PEMADAMAN LISTRIK DI ERA Program Pemerintah 35.000 MW, jaringan sutet -pembangkit listrik jawa bali dan upaya pengurangan BBM dan emisi gas dunia

Pada hari Rabu, 5 September 2018 di kawasan Jawa dan Bali selama beberapa jam sempat terjadi pemadaman listrik. Dan beberapa hari setelah peristiwa itu di daerah kami di Jawa Timur dilakukan pemadaman secara bergiliran. 
Melalui media sosial khususnya di WhatsApp di HP android kami banyak teman-teman yang memasang status lilin menyala dan kalimat "listrik mati", "padam" dan kalimat sejenis. Peristiwa pemadaman listrik kami ketahui dengan penelurusan kami di Google Search dari beberapa informasi yang kami baca bahwa pemadaman terjadi karena ada gangguan pada saluran udara tegangan ekstra tinggi  (SUTET) 500.000 Volt  jalur Paiton Grati. Info dari Ekonomi Kompas.com menyebutkan dalam artikel "Aliran Listrik Jawa-Bali Sempat "Down", PLN Minta Maaf" gangguan ini mengakibatkan putusnya saluran dari PLTU Paiton dan PLTU Pacitan ke sejumlah wilayah di Area Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Bali.
Informasi yang sedikit itu membuat kami berkomentar "bagaimana bangsa ini, dalam program pemerintah Jokowi 35.000 MW sejak Mei 2015 tetapi masih aja ada pemadaman, apa lagi hanya disebabkan oleh gangguan saluran udara PLTU Paiton .... memang pada kemana pembangkit listrik lainnya seperti PLTA Bendungan Karang Kates/ PLTA Sutami. Bukankah dulu sebelum ada PLTU Paiton Jawa dan Bali bisa diatasi oleh PLTA Karang Kates/ Sutami. Itu kalimat yang sempat keluar dari mulut penulis ". Dalam asumsi penulis ada praduga negatif tentang kinerja negara ini, sempat kami berfikir " apa ya begitu ketika ada yang baru ( PLTU Paiton ) kemudian Pembangkit listrik lainnya tidak diurus dan dibiarkan terbengkalai !!! Dari komentar negatif terhadap pemerintah dan negara kami mencoba mencari tahu lebih dalam lagi tentang kelistrikan negara, apa benar asumsi kami tersebut ? itu yang ada pada benak kami saat itu. Dari penelusuran kami dengan membaca banyak sekali artikel tentang kelistrikan ternyata asumsi kami yang negatif itu terbukti tidak benar alias asumsi yang salah. Untuk itu kami ingin berbagi dengan anda pembaca blog kami ini, semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda.

Dari penelusuran kami tersebut membuat wawasan dan pengetahuan kami menjadi terbuka, bahwa sistem jaringan kelistrikan di negara ini sudah baik menurut kami. Terstruktur dan tersistem secara baik, itu yang kami simpulkan dari membaca banyak artikel. Walaupun dalam laporan tahunan PLN tahun 2017 seperti yang terdapat dalam situs PLN di www.pln.co.id  pada poin " laporan keuangan konsolidasian untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2017 dan 2016 " yang merupakan audit berdasarkan pada standar Audit yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia masih menunjukkan angka yang kurang bagus. Kami merasa salut dengan management PLN yang berani menampilkan laporan keuangan yang dapat diakses oleh siapa saja secara online. Menurut kami ini sesuai dengan undang - undang RI No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik. 
Bukan berarti kami tutup mata dengan kasus dugaan suap Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir atas proyek PLTU Riau 1 pada bulan Juli 2018, belum lagi ada 3 Direktur PLN yang dijerat kasus Korupsi seperti kasus Eddie Widiono yang menjabat sebagai Direktur Utama PLN tahun 2001-2008 yang sudah dijatuhi hukuman 5 tahun penjara karena kasus korupsi Outsourching Costumer Information System {Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI)} pada PLN Distribusi Jakarta Raya Tangerang tahun 2004-2007 yang merugikan negara sampai Rp 46,1 miliar. Dahlan Iskan sebelum menjadi Menteri BUMN dia pernah menjabat sebagai Dirut PLN pada Desember 2009. Dahlan Iskan terjerat kasus korupsi 21 gerdu induk jawa, bali dan nusa tenggara tahun 2011 - 2013, diduga negara dirugikan sampai Rp 33,218 miliar walaupun pada Agustus 2015 Pengadilan Negeri Jakarta selatan mengabulkan seluruh gugatan praperadilan Dahlan Iskan terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Nur Pamudji sebagai Dirut PLN menggantikan Dahlan Iskan pada akhir 2011 sampai 2014 yang juga terjerat kasus korupsi pengadaan bahan bakar minyak (BBM) high speed diesel (HSD), Kasus ini terjadi saat Nur Pamudji menjabat sebagai Direktur Energi Primer. Dan sampai saat ini kasusnya belum jelas. Belum lagi penangkapan Eni Maulani Saragih sebagai anggota Komisi Energi DPR yang diduga menerima suap Rp 500 juta dalam proyek PLTU Riau 1. Kami tidak menutup mata terhadap banyaknya kasus korupsi dan suap di lingkungan PLN. Tetapi disisi lain kami juga salut terhadap penyampaian informasi kepada publik khususnya laporan keuangan. Benar atau tidaknya laporan keuangan itu kami pribadi tidak tahu keberannya. Ditambah lagi menurut laporan nasional.tempo.co tgl 10 November 2016 menuliskan KPK menangkap sinyal adanya dugaan krupsi dalam pembangunan pembangkit listrik ( 34 proyek ) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam berita yang sama dikatakan bahwa Presiden Joko Widodo menyebutkan ada 34 proyek pengadaan listrik 7.000 MW yang merugikan keuangan negaraRp 4,94 triliun.

Dari peristiwa pemadaman listik tanggal 5 September 2018 kami mendapat banyak informasi tentang PLN di negara ini. Kembali pada kasus pemadaman listrik, dikatakan oleh I Made Suprateka sebagai Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN mengatakan bahwa PLN berhasil pulihkan konsisi kelistrikan di Bali pasca gangguan pada pembangkit PLTU Paitun dan PLTU Pacitan. Pemulihan listrik dari gerdu induk (GI) gilimanuk, pesanggaran, celukan bawang, pamaron, pemecutan kelid, kapal dan GIS Bandara dikatakan sudah pulih 100 % pada pukul 15.40 WITA.

Dari penelusuran kami di mbah google kami menjadi tahu ternyata kelistrikan di Indonesia terkhusus pasokan dari Jawa dan Bali sudah terstruktur dengan baik. Menurut wikipedia menuliskan bahawa PT Pembangkitan Jawa-Bali (disingkat PT PJB) merupakan anak perusahaan dari perusahaan Negara PLN BUMN dalam bidang produsen listrik untuk kebutuhan listrik Banen, DKI Jakarta, Yogyakarta, Jatim serta Bali. Pada saat sekarang ini PT PJB memiliki 6 buah unit pembangkit (UP) di kawasan jawa yaitu ada di Gresik, Paiton, Muara Karang, Muara Tawar, Cirata dan Brantas. Ke enam pembangkit tersebut menghasilkan daya listrik Total mencapai 6.977 Mega Watt (MW) yang bersumber dari Uap ( Pembangkit Listrik Tenaga Uap / PLTU), Gas Alam ( Pembangkit Listrik Tenaga Gas / PLTG ), Gas dan Uap (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap / PLTGU), Air (Pembangkit Listrik Tenaga Air ( PLTA).

Dari 6 unit pembangkit listrik diatas semuanya dihubungkan oleh Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi atau disingkat SUTET dengan tegangan 500.000 volt dan Saluran Sudara Tegangan Tinggi atau disingkat SUTT dengan kapasitas tegangan 150.000 sampai 70.000 volt. Bagi anda yang tidak tahu tentang SUTET ataupun SUTT silahkan lihat gambar dibawah ini .


Gambar SUTET dan SUTT jaringan kelistrikan.

Dari gambar tersebut tampak kabel - kabel yang menyalurkan arus listrik dari pembangkit listrik ke pengguna. Sehingga tampak jelas bahwa meskipun kondisi pembangkit listrik baik semua jika pada SUTET atau SUTT terdapat kendala maka distribusi arus listrik tidak akan terjadi. Kerusakan bisa terjadi karena bencana alam seperti gempa, angin kencang, dahan atau material yang menyangkut sehingga menimbulkan arus pendek listrik, atau kerusakan karena kepanasan dan kehujanan ataupun karena karat. Disini kami menjadi maklum dan menyadari kemungkinan terjadinya kerusakan diluar kontrol manusia. Ini juga yang menjadi alasan kami bahwa asumsi kami yang negatif terhadap negara ini ternyata keliru.

Pembagian wilayah ( Region ) di Jawa dan Bali dibagi menjadi 4 region yaitu Jakarta Raya dan Banten( 1 ), Jawa barat ( 2 ), Jawa Tengah dan DIY ( 3 ) dan Jawa timur serta bali masuk region 4. Masing-masing region dikendalikan oleh Region Control Center ( RCC ) dimana untuk region 1 terletak di Cawang, Region 2 di Cigelereng, Region 3 di Ungaran dan Region 4 di Waru. Dan untuk wilayah Bali yang masuk region 4 terdapat subRCC. Pusat kontol ( Control Center ) dari sistem kelistrikan jawa dan bali berada di Gandul yang berfungsi sebagai pusat kendali sistem listrik keseluruhan region, mengendalikan mutu frekuensi dan mengatur tegangan di subsistem 500.000 Volt, memanagement energi dan switching sistem dari transmisi 500.000 volt.

Untuk saat ini di Jawa-Bali memiliki 3 pembangkit besar sebagai tulang punggung sistem kelistrikan Jawa-Bali yaitu pembangkit Paiton di Timur, Pembangkit Tanjung Jati B di Tengah dan pembangkit Suralaya di Barat pulau Jawa dan dudukung pula oleh pembangkit kecil yang juga memberi kontribusi. Sistem penyaluran dari SUTET dan SUTT, untuk sampai ke konsumen harus diturunkan tegangannya ke 20.000 Volt melalui switchyard.



Adi Purwanto sebagai Manajer Operasioanl P2B (Pusat Pengaturan Beban) dalam acara Forum Tematik Badan Koordinasi Hubungan Kemasyaratan (Bakohumas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM)  mengatakan bahwa sistem listrik dimulai dari pembangkit, transmisi dan terakhir didistribusikan. Dia mengatakan bahwa sistem tenaga listrik di Jawa - Bali merupakan sebuah sistem interkoneksi terbesar di Indonesia yang meliputi 238 unit pembangkit dengan 33.481 MegaWatt (MW) dengan daya mampu netto sebesar 22.220 kms, saluran transmisi bertegangan 70.000 Volt, 150.000 Volt dan 500.000 Volt. Dari keamanan sistem ada reserve margin minimal 30 % - cadangan putar/panas sebesar 1 x pembangkit terbesar, cadangan dingin 2 x pembangkit terbesar, dan terpenuhinya N-1 transmisi dan IBT, sehingga saat terjadi gangguan sistem dapat tetap stabil. Beban puncak sebesar 25.106 MW dengan komposisi pembangkit PLTU sebesar 61 % dan PLTGU sebesar 21 %. Adi juga mengatakan jika dipilah menurut jenis bahan Bakar maka sampai April 2017 konsumsi bahan bakar batu bara 64,19 %, gas bumi 17,87 %, LNG (Liquid Natural Gas) 6,45 %, Tenaga air 5,71 %, panas bumi 5,2 %, CNG 0,46 %, MFO 0,05 % dan HSD 0,05 %.
Sedangkan menurut Iwan Utama sebagai Manajer Teknik P2B mengatakan bahwa jumlah gerdu sebanyak 450 gerdu induk yang beroperasi di Jawa -Bali dengan dukungan alat komunikasi.

Seperti uraian diatas, sistem kelistrikan terdiri dari pembangkit,saluran transmisi dan distribusi serta beban sehingga terbentuk suatu sistem dengan maksud untuk menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkit ke beban. Yang menjadi parameter dari kwalitas listrik adalah kestabilan tegangan, kestabilan frekwensi dan keandalan sistem.
Dalam dunia kelistrikan frekwensi listrik sangat penting, frekwensi 50 +0,2 Hz harus konstan. Pada frekwensi 50 Hz jika tidak konstan akan menyebabkan kinerja peralatan tidak maksinal. Misalnya jika frekwensi kurang dari 50 Hz maka putaran mesin pompa air akan melambat, sebaliknya jika frekuensi lebih tinggi akan mengakibatkan motor pompa air akan bergerak terlalu cepat dan jika dibiarkan akan mengalami kerusakan mekanis. 

Frekwensi akan konstan 50 Hz jika tenaga dari pembangkit sama dengan tenaga yang dikonsumsi. Permasalahan akan muncul jika salah satu pembangkit besar mengalami colaps sehingga berakibat terjadinya gejolak pada sistem sehingga kebutuhan lebih besar dari yang diproduksi. Akibat hal ini adalah frekwensi akan turun secara kontinyu sebelum akhirnya load shedding. 
Sebaliknya ketika ada gangguan pada gerdu induk sehingga sebagian beban lepas maka frekwensi sistem mengalami peningkatan. 
Jika kondisi ini terjadi maka perlu desynchronization sebagian pembangkit untuk melindungi sistem dari black out. Hal ini yang terjadi pada 5 September 2018 mungkin salah satu pertimbangan PLN memberlakukan pemadaman bergilir pada saat terjadi kerusakan SUTET jalur Paiton-Grati.

Memang jika kami rasakan, sepertinya saat ini masyarakat termasuk diri penulis sangat bergantung pada listrik. Kami sependapat dengan kiyisanbbl.wordpress.com dalam artikelnya tentang ketergantungan manusia pada listrik. Dikatakan bahwa ketergantungan manusia pada listrik dari masa ke masa semakin meningkat. 
Pembangkit listrik seperti yang kami uraikan diatas bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) dengan pasokan energi sebesar 61 % dan PLTG sebesar 21 % dimana sampai pada bulan April 2017 mengkonsumsi bahan bakar batu bara sebesar 64,19 %, gas bumi 17,87 %, LNG 6,45 %, Tenaga air 5,71 %, panas bumi 5,2 %, CNG 0,46 %, MFO 0,05 % dan HSD 0,05 %. Dari data tersebut diatas penggunaan batubara, gas bumi LNG mau tidak mau masih dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan khususnya efek rumah kaca yang dapat menaikkan suhu rata - rata bumi. Hal ini menurut kami sudah lebih baik jika dibandingkan pada tahun 2015 seperti yang disampaikan Enny Sri Hartati sebagai Direktur Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) seperti yang tertuang dalam www.merdeka.com tgl 6 Desember 2015 menuliskan bahwa Enny mengatakan ketergantungan PT Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) pada bahan bakar minyak ( BBM ) dan bahan bakar fosil lainnya sebagai bahan baku pembangkit listrik terbukti menyusahkan rakyat, lebih - lebih jika harga BBM naik, maka tarif dasar listrik secara otomatis juga naik.

Presiden Joko Widodo pada pembukaan sidang paripurna Dewan Energi Nasional di Kantor Presiden Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis,05-01 2018 meminta para pemangku kepentingan untuk menyiapkan sumber energi yang bisa digunakan di masa depan, sehingga masyarakat tidak lagi bergantung pada BBM dari fosil. Karena menurut Presiden Jokowi mengatakan banyak sumber energi di negara Indonesia. Presiden mengatakan bahwa 50 % BBM diproduksi di dalam negeri dan sekitar 50 % masih impor. Seperti yang diberitakan oleh www.cnnindonesia.com dengan artikel "Jokowi ingin Indonesia kurangi ketergantungan energi BBM. Dari tulisan tersebut kami merasa bahwa Presiden Jokowi memiliki wawasan jauh kedepan terkait dengan penggunaan energi yang dapat diperbaharui dan terbaharukan.

Jika diperhatikan ada upaya dari pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM pada pembangkit listrik, hal ini secara bertahap menjadi program pemerintah, sejak tahun 2005 s/d 2009 dengan memaksimalkan penggunaan batubara dan gas. Tahun 2005 penggunaan BBM untuk pembangkit listrik sebesar 40% dari total kuota yang disepakati Pertamina sebesar 8,4 juta kiloliter. Dan menurun ditahun 2008 menjadi 24 % serta tahun 2009 ketergantungan BBM turun menjadi 18%. Penurunan ketergantungan PLN terhadap BBM sangat membantu pemerintah mengurangi subsidi. Menurut data tahun 2008 subsidi listrik pemerintah ke PLN hampir 82 triliun sedangkan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi Rp 45- 50 triliun.

Penggunaan listrik oleh masyarakat cenderung meningkat, menurut kalkulasi PLN pada tahun 2015 konsumsi listrik meningkat dari 183.226 MW pada tahun 2013 m3njadi 244.346 MW pada tahun 2020. Menurut I Made Suprateka selaku Kepala Satuan Komunikasi Korporat mengatakan bahwa sampai bulan Maret 2018 tahapan konstruksi proyek pembangkit 35.000 MW telah mencapai 48 % atau sekitar 16.994 MW, tahapan kontrak telah mencapai 35% atau sekitar 12.693 MW dan tahap pengadaan hanya tinggal 10 % saja.
Menurut informasi dari www.pln.co.id tertanggal 11 Juni 2016 menyebutkan bahwa PLN sudah mampu menghemat biaya pemeliharaan sampai Rp 60 miliar per tahun yaitu dengan mengganti penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel  dan gas (PLTDG) khususnya di Pesanggaran Bali dengan menggunakan pasokan mini gas LNG (Liquid Natural Gas) sebagai wujud Indonesia mengurangi gas emisi dunia sebesar 29 % pada tahun 2030. Sebenarnya pada PLTDG Pesanggaran masih menggunakan HSD (High Speed Diesel), MFO (Marine Fuel Oil) dan Gas, dengan bahan bakar utama adalah gas, sedangkan HSD dan MFO hanya sebagai cadangan. Dikatakan penggunaan LNG ini dapat menghemat BBM fosil sampai 323 juta liter per tahun.

Pengurangan penggunaan BBM ini berkontribusi terhadap pengurangan polusi karena penggunaan LNG menghasilkan pembakaran yang bersih. Terjadi pengurangan emisi gas buang berupa Karbondioksida (CO2) berkurang sampai 268 ribu ton CO2 per tahun atau setara dengan penyerapan CO2 oleh 10.000 pohon. Tidak hanya itu, penggunaan LNG dapat mengurangi polusi suara (kebisingan), mengurangi getaran, serta mengurangi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Menurut Bambang Dwiyanto sebagai Manajer Senior Komunikasi Korporat seperti yang disampaikan situs PLN di www.pln.co.id tanggal 22 -08-2014 menyebutkan bahwa secara nasional penggunaan BBM untuk pembangkit listrik (Fuel mix) sejak tahun 2010 menunjukkan penurunan, jika pada tahun 2010 BBM yang digunakan masih 25,2 % maka pada akhir tahun 2013 menjadi 12,4 %, dan dikatakan akan terus turun dengan dibangunnya pembangkit listrik bebahan bakar batubara dan bahan bakar lainnya.

Bagi anda yang ingin tahu tentang perkembangan program 35.000 Mega Watt (MW) dengan skema EPC (Engineering Procurement, Construction) bisa membacanya di http://www.pln.co.id/media/siaran-pers/2017/03/pln-tandatangani-16-proyek-35-000-mw-total-211-triliun.

Semoga informasi ini bermanfaat.
Share on Google Plus

About Restsindo

0 komentar:

Post a Comment