SEPUTAR bahan bakar Minyak ( BBM ) ~ Nilai Oktan (RON)- Nilai Cetane number ( CN )dan Pro Kontra penggunaan biodiesel B20 yang tidak logis

Sejak tahun 2014 Pemerintah telah membuat program mandatori biodiesel 20 % ( B20 ). Bahan bakar minyak (BBM) jenis solar wajib mengandung biodiesel sebesar 20 % yaitu campuran 20 % adalah dari minyak sawit, semua diproduksi di dalam negeri. Tujuannya untuk mengurangi impor BBM dan mengurangi Emisi Karbon sehingga lebih ramah terhadap lingkungan.

Pro - kontra menjadi pembicaraan hangat di masyarakat terkait kebijakan tersebut. Bagi kami masyarakat yang kontra terhadap penggunaan biodiesel B20 tidak logis karena sebenarnya bahan bakar biodiesel B20 sudah beredar lama di masyarakat dengan nama Bio Solar, kenapa baru ada kalangan tertentu yang kawatir penggunaan biodiesel B20 ini. Pernyataan kami ini kami dasari dari pernyataan dari Direktur sarana Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan ( Kemenhub) " Sigit Irfansyah ". Seperti yang dimuat dalam Kompas.com tertanggal 28 Agustus 2018 dengan judul "Tanggapan Kemenhub Soal Kekhawatiran Solar B20 "; Sigit menjelaskan bahwa di wilayah Jakarta Solar B20 sudah beredar cukup lama yang dikenal dengan sebutan Bio Solar. Dari pantauan Sigit banyak Truk, Bus milik Organda dan mobil pribadi memakai Bio Solar B20 (kolaborasi Solar dan Kelapa Sawit), hasilnya tidak ada laporan mengenai kerusakan akitab penggunaan B20. Sigit mengatakan walaupun tidak ada keluhan, dari pihak Badan Sawit menyarankan bagi pengguna pertama B20 baiknya melakukan pergantian filter solar terlebih dahulu karena untuk penyesuaian mengingat FAME (Fatty Acidd Methyl Ester) memiliki  sifat mengikat partikel kotor. Dikawatirkan filter yang sebelumnya sudah kotor akan bertambah kotor,sehingga filter dapat rusak dan kotoran masuk dalam mesin.
Menurut kami sangat tidak logis ketika ada kontra terhadap sebuah kebijakan padahal mereka sudah menggunakan produk tersebut selama bertahun-tahun dan tidak ada masalah.

Semisal kekawatiran pengusaha truk, atau seperti yang diberitakan oleh Tempo.co tertanggal 4 Agustus 2017 "DEN Akui Dapat Keluhan dari Pengguna Biodiesel B20";  Dikatakan Abadi Poernomo (Anggota Dewan Energi Nasional) mengakui beberapa kali mendapat keluhan dari pengguna bahan bakar biodisel B20. Keluhan dari PT Kereta Api Indonesia dan Industri pertambangan yang menggunakan kendaraan besar. Perlu dilakukan riset sampai seberapa jauh mereka bisa menyerap Biodiesel B20. Anggota DEN lainnya " Rinaldy Dalimi mengatakan tidak masalah jika menggunakan mesin baru, dengan tangki bbm yang baru. Berbeda dengan mesin lama, karena mesin lama didalam tangkinya mungkin terdapat debu atau butiran air". Rinaldy mengatakan jika minyak diesel biasa tidak bercampur air, tetapi jika bahan bakar nabati air akan menyatu sehingga kualitas bahan bakar itu rendah.
Menurut kami jika masalahnya hanya pada tangki bbm kan hanya tinggal di bersihkan saja atau ganti filternya. Kenapa mereka tidak melihat kepentingan yang lebih luas, dampak dan manfaat bagi generasi yang akan datang. Mengingat penggunaan Bio Disel lebih ramah terhadap lingkungan, mengapa lebih ramah ? untuk menjawabnya maka sebaiknya kami menjelaskan tentang bahan bakar minyak secara utuh agar pemahaman tentang BBM bisa lebih komplit dan tidak menimbulkan gagal paham.



Di Indonesia lembaga (BUMN) yang memasarkan BBM retail untuk sektor tranportasi, rumah tangga dan nelayan adalah PERTAMINA. Pertamina menyalurkan BBM melaluai Stasiun Pengisian BBM untuk Umum (SPBU) di seluruh wilayah Indonesia.
BBM yang disalurkan untuk kendaraan / mesin berbahan bakar bensin dan mesin diesel. Bahan bakar bermesin bensin yang didistribusikan adalah premiun / bensin, Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Racing. Sedangkan bahan bakar bermesin diesel berupa Bio Solar, Solar, Dexlite, Pertamina Dex

Yang membedakan kwalitas bahan bakar untuk mesin berbahan bakar bensin adalah nilai RON singkatan dari Research Octane Number, besarnya nilai oktan inilah yang membedakan kualitas. Hendaknya pengguna harus memahami apa itu RON ( nilai Oktan ) dari BBM ? RON (Research Octane Number) merupakan standar pengukuran suatu bahan bakar. Nilai RON menunjukkan seberapa besar tekanan bisa ditahan oleh BBM sebelum terbakar secara spontan ( igniting ). Semakin tinggi nilai RON nya semakin baik bagi kendaraan yang menggunakan kompresi tinggi. Maksudnya adalah semakin tinggi Nilai RON maka BBM dapat menahan tekanan untuk tidak terbakar, sehingga BBM dengan RON tinggi akan lebih lambat terbakar pada tahap kompresi ( tahap kedua ) sebelum mesin mencapai tahap combustion ( tahap ketiga ) akibatnya  tidak meninggalkan residu pada mesin / sisa bahan pada mesin bisa diminimalisir.

BBM ber oktan tinggi (RON tinggi) sangat baik bagi kendaraan yang menggunakan mesin kompresi tinggi karena mesin dengan konpresi tinggi membuat BBM lebih cepat terbakar (akibat dari tekanan yang tinggi). Akan timbul masalah jika kendaraan menggunakan mesin berkompresi tinggi menggunakan BBM beroktan rendah karena BBM akan terbakar terlebih dahulu saat proses kompresi (tahun kedua), BBM terbakar lebih awal sebelum busi memercikkan api saat piston naik keatas melakukan kompresi. Kondisi BBM menyala mendahului busi ini mengakibatkan piston seperti dipukul keras oleh ledakan ruang bakar tersebut dan terjadilah dengan istilah engine knockhing. Jika kondisi ini berlangsung terus menurus dapat menyebabkan piston mengalami kerusakan parah.

Dari mana kita mengetahui rasio kompresi kendaraan bermotor kita ? biasanya rasio kompresi tertera dalam buku manual saat anda membeli kendaraan. Jika anda membeli kendaraan bekas anda bisa menanyakan kepada pemilik sebelumnya biasanya pakai bahan bakar jenis apa untuk mengisi kendaraan yang baru anda beli.

Gambar kami peroleh dari berbagai sumber

Jangan mudah tertipu dan tertarik dengan bahan bakar yang beroktan tinggi. Pilihlah nilai oktan bahan bakar yang sesuai dengan rasio kompresi mesin.
Jangan menggunakan BBM beroktan rendah pada mesin berkompresi tinggi, karena akan mengakibatkan Engine Knocking. Begitu juga sebaliknya, mesin berkompresi rendah dengan BBM beroktan tinggi hanya akan buang-buang uang saja.
RON 88 = Rasio Kompresi 7:1 s/d 8:1
RON 90 = Rasio Kompresi 9:1 s/d 10:1
RON 92 = Rasio Kompresi 10:1 s/d 11 : 1
RON 95 = Rasio Kompresi 11:1 s/d 12 : 1
RON 100 = Rasio Kompresi diatas 12:1 (seperti 13:1 atau 14:1)

Berikut ini adalah daftar RON pada BBM untuk Premium memiliki RON 88, Pertalite RON 90, Pertamax RON 92, Pertamax Plus RON 95, dan Pertamax Racing RON 100. Premium Merupakan bahan bakar mesin bensin dengan angka oktan minimal 88 yang diproduksi sesuai dengan Keputusan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Np.3674/K24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 tentang Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin 88. Premium dapat digunakan pada kendaraan bermotor bensin dengan risiko kompresi rendah (dibawah 9:1).

Penggunaan bahan bakar mesin bensin bagi lingkungan menghasilkan sisa pembakaran berupa gas NOx dan COx dalam jumah besar. Kedua gas ini dihasilkan dari reaksi pembakaran dalam mesin yang akhirnya akan dilepas ke udara sebagai polusi udara. Kami mengunakan NOx sebagai gambaran dari Nitrogen Oksida (NO atau NO2) sedangkan COx merupakan indikator senyawa Carbon Oksida (CO/ CO2/ CO3). Semakin tinggi kadar RON sebuah BBM bermesin bensin akan semakin sedikit menghasilkan NOx dan COx, sehingga penggunaan BBM dengan RON tinggi juga mengurangi pencemaran udara.

Sedangkan untuk solar yang menjadi standarnya adalah kadar cetane number (CN), Semakin tinggi kadar cetane / setana menunjukkan kualitas Solar, tidak hanya itu kadar kadar sulfur juga harus dipertimbangkan, semakin rendah kadar sufur juga semakin baik. Nilai Cetene / setana adalah nilai pengapian dari bahan bakar Diesel yang merepresentasikan persentase dari Volume setana dalam campuran methylnaphalene. 
Baik Setana maupun oktan sama - sama  untuk mengukur kecenderungan bahan bakar menyala secara spontan. Tetapi pengertiannya berbeda dengan oktan, disini semakin tinggi angka setana maka bahan bakar akan lebih mudah terbakar dalam kompresi, tetapi sebaliknya semakin tinggi nilai oktan maka semakin lambat bbm itu terbakar secara spontan.

Saat ini Solar memiliki cetene (CN) 48 dengan kandungan sulfur 2500 ppm , Dexlite memiliki Cetane 51 dan mengandung Sulfur maksimal 1200 ppm, sedangkan Pertamina Dex dengan cetane 53 dengan kandungan sulfurnya yang rendah yaitu kurang dari 300 ppm. Kandungan sulfur ini bagi lingkungan kurang baik karena dapat menimbulkan hujan asam.

Pada kendaraan diesel berlaku sistem kebalikan dari kendaraan bermesin bensin, dimana pada kendaraan bermesin diesel jika bahan bakar semakin mudah terbakar saat dikompresi maka ketukan pada mesin diesel akan berkurang dan suaranyapun bisa lebih halus. Mobil bisa berjalan dengan lancar dan tenang.
Di Eropa pada tahun 1994 telah menetapkan angka minimal nilai CN sebesar 38 kemudian tahun 2000 menjadi sebesar 40 dan angka CN ini akan semakin meningkat.

Keuntungan dan kekurangan penggunaan BBM bagi kendaraan bisa anda cari di google. Pada postingan ini kami tidak membahas keuntungan dan kekurangan BBM bagi kendaraan, tetapi pada postingan ini kami ingin lebih fokus pada dampak penggunaan BBM bagi lingkungan. Kami ingin membahas lebih mendalam mengingat hal ini penting karena apa yang kita nikmati saat ini hendaknya jangan membuat generasi penerus kita kelak menjadi sengsara. Anda bisa membayangkan bagaimana jadinya jika untuk kenikmatan kita saat ini dengan penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan berakibat buruk bagi gererasi yang akan datang, bagi anak dan cucu kita. Dampak secara langsung mungkin tidak dapat kita rasakan saat ini, tetapi dampak yang kita lakukan saat ini bisa berakibat buruk bagi anak cucu kita. Silahkan anda bayangkan saat ini kita bisa menikmati Oksigen dengan gratis, bagaimana jika kelak Oksigen harus membayar ?, memang saat ini kita tidak akan terbayang karena anda dan saya bisa dengan bebas menghirup oksigen. Tapi bagaimana jadinya ketika bumi yang semakin tua ini semakin panas akibat efek rumah kaca yang disebabkan oleh aktivitas kita hari ini. 
Tumbuhan tidak lagi hidup sehat akibat panas yang terik, hewan - hewan semakin langka; dampaknya adalah tumbuhan semakin sedikit dan bumi semakin panas. Semakin sedikitnya tumbuhan otomatis mengurangi oksigen di udara, karena seperti kita ketahui bersama bahwa di dalam daun terjadi proses fotosintesis yang membutuhkan Co2 dan Sinar matahari untuk proses sistesa menghasilkan makanan serta energi bagi tumbuhan dan melepaskan oksigen ke udara. Apa jadinya jika proses itu semakin langka, bukankah jika dibiarkan terus manusia akan membeli Oksigen untuk hidupnya ?. Belum lagi dampak eksploitasi alam dari proses penambangan minyak bumi. Proses terbentuknya minyak bumi di alam membutuhkan waktu ribuan bahkan bisa jutaan tahun, kemudian dalam waktu singkat oleh manusia di bor, diolah dan diproses menjadi berbagai produk salah satunya untuk BBM.
Proses alami dimana fosil-fosil diendapkan dalam waktu ribuan tahun, dengan kata lain alam menyembunyikannya, tetapi olah manusia justru dilepaskan kembali ke alam. Proses ini mau tidak mau akan berdampak bagi alam itu sendiri.

Memang penggunaan BBM saat ini telah memperhitungkan pengaruh terhadap lingkungan, dan dipercaya tehnologi BBM saat ini lebih ramah terhadap lingkungan dibandingkan generasi sebelumnya. Seperti Premix 98 yang mengandung unsur MTBE yang berbahaya bagi lingkungan, saat ini tergantikan oleh Pertamax dengan Nilai RON 92.

Penggunaan Bahan Bakar Biodiesel yang dipasarkan dengan nama Bio Solar  saat ini dianggap lebih ramah terhadap lingkungan karena bio solar adalah bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak. Bio solar merupakan alternatif bagi bahan bakar mesin diesel, bahan bio solar juga bersumber dari sumber daya alam yang terbaharui seperti minyak sayur ( minyak Nabati ) atau minyak hewan ( Minyak hewani ).

Ada beberapa keuntungan dari Bio Solar yaitu bersifat tidak beracun, lebih aman dipakai jika dibanding penggunaan solar konvesional, bahan bakar ini bersifat biodegradable (dapat di uraikan oleh alam ), dapat bercampur dengan solar atau bisa juga digunakan pada kendaraan bermesin diesel dalam bentuk bio solar murni (B100), Bio solar dapat mengurangi kebergantungan manusia pada bahan bakar fosil sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kemandirian negara terhadap energi, karena bahan baku dari tumbuhan atau hewan bahan bakar bio solar dapat di produksi masal (Mislanya USA telah menghasilkan lebih dari 50 juta galon bio solar per tahunnya ), penggunaan bio solar lebih ramah terhadap lingkungan karena melepas lebih sedikit emisi dibandingkan dengan solar murni yaitu sekitar 78 % lebih sedikit dibandingkan jika menggunakan solar berbahan dasar fosil, sifat bio solar sebagai pelumas juga sangat baik bagi mesin sehingga dapat memperpanjang masa pakai mesin kendaraan, dari segi pengapian penggunaan bio solar memiliki deley pengapian yang lebih pendek daripada solar dari fosil, Bio solar murni (B100) tidak mengandung sulfur sehingga tidak berpotensi terbentuknya hujan asam.

Dari penjelasan kami diatas sangat banyak sekali manfaat atau keuntungan menggunakan bio solar dibanding dengan menggunakan solar dari fosil. Kami juga akan jelaskan dibalik keuntungan - keuntungan tersebut diatas penggunaan bio solar juga memiliki kerugian.

Kerugian penggunaan bio solar adalah ketika bahan baku dari bahan pangan maka akan ada alih fungsi dari bahan pangan dipakai untuk bio solar, sehingga jika tidak dimanagement dengan baik akan dapat menimbulkan krisis pangan. Semisal pada saat ini bio solar diproduksi dari bahan baku jagung, maka alih fungsi jagung dari makanan menjadi bio solar, lebih lebih jika nilai jual jagung untuk bio solar lebih menguntungkan maka para petani akan lebih memilih jagungnya untuk kebutuhan bio solar, kerugian berikutnya adalah bio solar 20 x lebih rentan terhadap kontaminasi air hal ini dapat menyebabkan korosi, filter rusak, dan timbulnya karat pada logam, kelemahan bio solar yang murni ( B100 ) tidak tahan terhadap suhu rendah, karena saat ini masih permulaan maka produksi bio solar lebih mahal dibanding produksi solar dari fosil, kelemahan berikutnya adalah kandungan energi 11 % lebih rendah dibanding solar dari fosil, Bio solar dapat melepaskan Oksida Nitrogen yang dapat membentuk kabut asap dan emisi karbon walaupun tidak sebanyak solar dari fosil.

Di Indonesia menurut penuturan dari Direktur sarana Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan ( Kemenhub) " Sigit Irfansyah " mengatakan bahwa di Jakarta sudah lama dikenalkan kepada masyarakat bahan bakar yang lebih ramah lingkungan yaitu dengan istilah Bio Solar. Menurut Sigit Bio Solar yang dipasarkan tersebut berupa B20.

Apa itu B20 Biodiesel dengan nama produk Bio Solar seperti pada awal postingan ini, sudah dijelaskan bahwa B20 adalah minyak solar dari fosil dicampur dengan bio diesel dari produk pertanian seperti minyak kelapa sawit, minyak kacang kedelai, kanoa, camelina, biji mustard, minyak goreng limbah dan produk organik lainnya. Angka dibelakang B menunjukkan prosentase bio diesel, sehingga jika B20 berarti campuran bio diesel sebanyak 20 % dan sebanyak 80 % adalah solar dari fosil (minyak bumi). B20 dianggap perpaduan yang selaras untuk pemakaian normal pada mesin diesel konvensional, seperti pengujian yang dilakukan oleh Kementerian ESDM yang diuji pada 2 produkk diesel yaitu Tata Ace 700 cc dan Tata Super Ace 1.400 cc; dimana uji coba dilakukan pada kendaraan diam dengan kondisi berjalan dan di gas sampai 3.000 rpm. Dari hasil uji coba tersebut tidak ada asap pekat yang ditimbulkan oleh kendaraan uji coba. Ini yang menjadi salah satu bahan pertimbangan pemerintah Indonesia untuk menerapkan penggunaan B20.

Saat ini standar penggunaan Bio Solar adalah B20, ada rencana pemerintah akan mengubah standar tersebut menjadi B30 pada tahun 2030.
B20 telah menyerap 2,7 juta kilo liter biodiesel sawit pada tahun 2017. Menurut kajian dari Direktorat Jendral Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi di Kementerian ESDM menyebutkan penggunaan campuran minyak sawit sebesar 20 % pada bio solar dapat menghemat impor bahan bakar minyak ( BBM 0 sampai Rp 30 triliun per tahun dan mengurangi emisi karbon sekitar 6 - 9 juta ton per tahun. Berdasarkan catatan Bisnis telah mencatat pada tahun 2017 penggunaan B20 telah memberikan manfaat dalam pengurangan emisi gas rumah kaca sekitar 4,5 juta ton CO2 dari pemanfaatan bahan bakar nabati berbasis produk dalam negeri sebesar 45.500 barel per hari. Manfaat lainnya adalah terciptanya nilai tambah industri senilai Rp 4,4 triliun, penyerapan tenaga kerja sekitar 385.000 orang dan penghematan devisa dan pengurangan ketergantungan bahan bakar fosil senilai US$ 1,1 miliar atau setara Rp 14,8 triliun seperti yang dikatakan oeh Tegar Arif Dadly dalam kalimantan.bisnis.com tertanggal 17 Oktober 2017 dengan judul BAHAN BAKAR SOLAR : Ketentuan B20 Dinilai Hambat Ekspor.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merencanakan menerbitkan Peraturan Presiden tentang penggunaan B20 untuk non-PSO (non Public Service Obligation) dan rencananya akan mulai diterapkan pada 1 September 2018 seperti yang diberitakan oleh CNNindonesia.com "bogkar biodiesel B20 resiko ditanggung konsumen. Peraturan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) akan memperluas sanksi mandatori pemanfaatan biodiesel (B20) pada penyaluran BBM Non PSO. Konsep peraturan ini adalah penegasan dari pemerintah akan adanya sanksi bagi penyalur BBM penerima PSO dan non PSO yang dalam pencampuran BBM jenis solar tidak menyertakan 20 % biodiesel.
Menurut kami peraturan ini juga baik, walupun sedikit ada unsur paksaan (berupa sanksi) untuk menggunakan B20, tetapi demi masa depan generasi yang akan datang hal ini akan terbayarkan kelak.
Share on Google Plus

About Restsindo

0 komentar:

Post a Comment