Pungutan Liar ( PUNGLI ) antara Modus dan Alibi - Alibinya yang sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi

Artikel kami kali ini membahas pungutan liar atau lebih dikenal dengan istilah " pungli ".Menurut kamus kamus bahasa China arti dari "pungli " adalah persembahan keuntungan; dari akar kata "pung " yang memiliki makna persembahan dan "li" yang memiliki arti keuntungan. Tetapi menutur EYD  Pungli adalah singkatan dari Pungutan Liar yang memiliki arti  pengenaan biaya pada tempat yang seharusnya tidak dikenakan atau dipungut biaya.
Jika kita melihat kamus besar Bahasa Indonesia terdapat kata "memungli " yang artinya meminta sesuatu (uang dan sebagainya) kepada seseorang (lembaga, perusahaan, dan sebagainya) tanpa menurut peraturan yang lazim.

Secara lebih jelas menyebutkan bahwa "pungli" merupakan berbagai bentuk pungutan atau penarikan benda ( umumnya uang atau benda berharga lainnya ) yang dilakukan secara tidak resmi atau tidak pada tempatnya / tidak seharusnya ada pungutan serta tidak memiliki dasar hukum / peraturan yang lazim. 
Melakukan pungli secara hukum adalah bentuk pelanggaran terhadap hukum, atau memodifikasi celah hukum untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri.

Menurut Perpres no 87 tahun 2016 yang ditetapkan pada 20 Oktober 2016  tentang satuan tugas sapu bersih pungutan liar yang menyebutkan bahwa praktek pungutan liar ini telah merusak sendi - sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara sehingga pemerintahan Joko Widodo memandang perlu untuk memberantas secara tegas, terpadu, efktif, efisien dan mempu memberikan efek jera.
Tiga hari sebelum ditetapkannya Perpres no 87 tahun 2016 tepatnya tgl 17 Oktober 2016, Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI ( PANRB ) mengeluarkan surat edaran No 5 tahun 2016 tentang pemberantasan Praktek pungutan liar ( pungli ) dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Yang mengakui bahwa ada oknum -oknum aparatur pemerintah maupun yang mengatas namakan aparatur pemerintah masih marak terjadi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Itu sebabnya dalam Surat edaran Mentri PANRB no 5 tahun 2016 berkoordinasi dengan mentri / kepala lembaga, panglima TNI, kepala Kepolisian RI, Jaksa Agung, kepala lembaga pemerintah non kementrian, pimpinan lembaga pemerintah non kementrian, pimpinan kesekretariatan lembaga Negara, pimpinan kesekretariatan lembaga non struktural, Gubenur dan Bupati / wali kota agar melakukan langkah untuk pemberantasan praktek pungutan liar ( pungli ) dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

Gambar : Sumber dari berbagai sumber

Menurut kami keluarnya Perpres no 87 tahun 2016 dan Surat Edaran Menteri PANBR No 5 tahun 2016 adalah langkah pemerintah untuk mengurangi dan bahkan memberantas praktek pungutan liar ( pungli ) untuk menciptakan aparatur negara / penyelenggara negara yang bersih dan bebas daru korupsi, kolusi dan nepotisne sesuai dengan UU RI no 28 tahun 1999.
Disadari bahwa penyelenggara negara mempunyai peranan yang menentukan dalam penyelenggaraan negara dalam menggapai cita -cita perjuangan bangsa untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang didalamnya biasanya terdapat praktek pungli tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara tetapi juga antar penyenggara negara dengan pihak lain. 
Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas2 umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya.

Mengapa pungli ini begitu marak karena masyarakat membutuhkan dan ada oknum yang memanfaatkannya. Walaupun sebenarnya masyarakat keberatan tetapi karena masyarakat butuh maka dengan berat hati memberikan uang atau barang berharga agar apa yang dibutuhkan segera terpenuhi. Kemungkinan lainnya adalah Salah dalam manajemen negara, justru penyelenggara negara yang memperkaya diri sendiri dan membuka peluang untuk memperkaya orang lain.

PUNGLI terjadi tidak hanya karena adanya niat dan kesempatan semata, tetapi sistem, lingkungan serta kebiasaan juga bisa mempengaruhi terjadinya pungli ditambah lagi kebutuhan yang mendesak para pelaksana institusi pemerintahan. Pungli jika dibiarkan dan berlangsung lama akan menjadi seolah - olah legal dan akan meluas seperti wabah penyakit.
Pungli yang dilakukan dalam lingkup organisasi / lembaga / institusi pemerintahan dapat dilakukan secara sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi dan umumnya dilakukan secara tertutup tetapi ada juga pungli yang dilakukan secara terbuka seolah - olah pungutan legal.
PUNGLI yang dilakukan secara sistematis, bersama - sama (lintas institusi / lintas lembaga ) dengan lingkup terbatas misalnya dalam kantor bersama SAMSAT dalam satu kantor terdapat beberapa institusi ( polisi dan dinas pendapatan ) pungli hanya dilakukan di lingkup SAMSAT itu saja dan di SAMSAT daerah lain tidak,lebih lebih pungli dilakukan secara terencana dan rapi maka masyarakat akan tertipu. Pungli - pungli yang semacam ini yang harusnya diberantas, tidak hanya pungli yang dilakukan secara tertutup tetapi di Negara Indonesia ini banyak pungli yang dilakukan oleh institusi yang dilakukan secara terbuka, tetapi sayangnya dana yang masuk tidak di setorkan ke KAS Negara. Umumnya dana yang diterima dari pungli terbuka ini dibagi bersama dan terbuka kepada seluruh karyawan di lembaga atau kantor institusi yang bersangkutan. Jika hal ini yang terjadi maka sulit menemukan pelaku utama karena seluruh karyawan dalam lembaga/ institusi itu menerima seluruhnya walaupun besarnya berbeda - beda dari kelas elit hingga karyawan biasa bahkan OB juga menerima.

PEMBAGIAN JATAH HASIL PUNGLI / IMBALAN TIDAK RESMI
Pungli yang dilakukan secara secara sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi ketika dikonfirmasi kepada karyawan akan menjelaskan bahwa pungli yang diterima oleh lembaga atau institusi tersebut dipergunakan untuk menyejahterakan tenaga honorer atau tenaga sukarela ( sukwan ) di institusi tersebut. Jawaban tersebut secara umum seolah - olah dimaklumi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia tetapi jika ditelusuri lebih mendalam pembagian jatah yang diterima tenaga honorer atau tenaga sukarela jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jatah yang diterima oleh elit di institusi / lembaga terkait, ini sering terjadi karena jumlah total pemasukan dari pungli pada kurun waktu tertentu ada yang disembunyikan atau ditutup - tutupi oleh oknum atau penanggung jawab dana pungli.

Jika mencermati keberadaan tenaga honorer atau tenaga sukarela di dalam institusi pemerintahan patut kita pertanyakan apakah pengadaan tenaga honorer atau tenaga sukarela memang diperlukan untuk efisiensi dan produktivitas kerja di institusi pemerintahan bersangkutan ? atau pengadaan tenaga honorer hanya kedok dari para elit untuk mendapatkan pungli karena di daerah kami untuk menjadi tenaga honorer atau tenaga sukarela harus membayar sejumlah uang kepada pejabat di institusi tersebut. Dan pembayaran uang tersebut bersifat tertutup dan  rahasia, jika sampai bocor akan berdampat pada karyawan honorer atau tenaga sukarela yang bersangkutan. Sehingga tidak jarang keberadaan tenaga honorer atau tenaga sukarela hanya dipakai untuk "buruh kasar" aparatur sipil negara, keberadaannya bukan menambah produktivitas kerja dan pelayanan tetapi hanya sebagai karyawan dari aparatur sipil negara !!!. Tugas - tugas pelayanan aparatur sipil negara yang menjadi tugas dan kewajibannya dilimpahkan kepada para tenaga honorer atau tenaga sukarela sedangkan yang bersangkutan hanya baca - baca koran, mengobrol dan melakukan tugas - tugas yang dianggap penting dan menghasilkan tambahan dana pribadi.

MODUS - MODUS PUNGLI
1. Modus pungli yang dilakukan umumnya dilakukan dengan bekerja tidak sesuai dengan tupoksinya, tidak sesuai dengn ketentuan dan prosedur. 
2. Adanya pemberian fasilitas secara tidak adil, biasanya pembagian jatah yang tidak merata dan sering dilakukan secara tertutup dan jarang dilakukan secara transparan dan jika memang ada yang dilakukan secara transparan biasanya yang menjadi penekanannya adalah pada tanggung jawab, padahal ketika ada operasi tangkap tangan yang menjadi sasaran adalah pelaku tingkat rendah yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Ketika berhubungan dengan jatah pembagian pungli maka nilai tanggung jawab yang ditekankan tetapi ketika tertangkap tangan melakukan pungli maka yang di serahkan adalah para pelaksana tingkat rendah. Yang kami maksud pembagian jatah adalah imbalan tidak resmi yang diterima karyawan dan elit dalam institusi pemerintahan/ lembaga.
Pelaksanaan pungli dengan pinjam tangan orang lain, untuk melakukan pungutan dan saat dilakukan operasi tangkap tangan dan ditemukan maka yang diajukan sebagai tersangka adalah pelaku pungli di lapangan. Karena menurut kami para penegak hukum hanya mampu melakukan penyelidikan di tingkat atau level bawah, dan jarang sekali penyelidikan dilakukan sampai ke akar - akar masalah. Paling berat pejabat/ elit institusi hanya di mutasi ke daerah lain.
3. Persekongkolan . Pungli yang dilakukan secara sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi adalah persekongkolan yang dilakukan oleh oknum atau institusi pemerintah. Sehingga dana yang diterima tidak seluruhnya disetor ke KAS negara. Dana yang tidak disetorkan sebagian di bagi bersama kepada karyawan dalam institusi sebagai tambahan imbalan tidak resmi. Karena memiliki nilai manfaat maka pungli disetujui bersama - sama dan bersifat masif dalam institusi pemerintahan yang bersangkutan.
4. Pembayaran Fiktif
Pungli yang dilakukan memiliki dasar yang kuat yaitu untuk pembayaran tagihan pengeluaran kantor/ lembaga. Untuk membayar tenaga honorer atau tenaga sukarela (sukwan). Untuk pengadaan ATK (pengadaan blangko). Untuk biaya transportasi atau biaya perjalanan. dan masih banyak alibi -alibi yang sebenarnya hanya kamuflase untuk memuluskan niat pungli dalam institusi pemerintah / lembaga yang bersangkutan.
Ada juga yang beralibi dengan menerima sumbangan dari donatur. Bahasa halusnya adalah sumbangan sukarela. Pengumpulan dana taktis atau pengumpulan dana cadangan yang dapat dikeluarkan jika sewaktu - waktu dibutuhkan. 
5. Memperlanbat Kinerja Pelayanan; pelayanan kepada masyarakat diperlambat atau dengan memperpanjang prosedur. Alih - alih untuk efektivitas dan produktivitas kerja pelayanan justru menjadi celah untuk melakukan pungli. Jalur yang panjang dan berbelit - belit dapat dipangkas jika membayar sejumlah uang. 
Maksut dari menambah jalur pelayanan agar mempermudah petugas untuk menangani satu bidang saja sehingga memperkecil kesalahan ( human error ). Memperpanjang jalur pelayanan ada dua sisi yaitu pelayanan semakin baik dan sisi lainnya adalah pelayanan justru tidak efektif. Cara untuk menganalisanya adalah dari sisi waktu pelayanan, semakin singkat waktu pelayanan dengan hasil memuaskan menunjukkan efektivitas sebuah pelayanan.  
6. Manipulasi data dan pembukuan ganda.  Memang pembuatan laporan ganda akan menambah pekerjaan, tetapi pembukuan ganda ini memungkinkan dilakukan untuk menutupi pelaksanaan pungli. Laporan yang diserahkan kepada pemerintah pusat / dana yang disetor tidak seluruhnya disetorkan ke KAS Negara. Karena terdapat celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk mengambil untung sendiri. Celah yang kami maksud adalah jumlah kunjungan atau jumlah pelayanan yang dilakukan. Mengingat jumlah pelayanan setiap hari tidak sama, jumlah kunjungan harian masyarakat berbeda - beda. Ini adalah celah manipulasi, dimana institusi melaporkan sejumlah pelayanan yang tidak sesuai fakta dilapangan. Umumnya jika berkaitan dengan dana  atau setoran dana ke KAS Negara laporan jumlah pelayanan tidak pernah melebihi jumlah pelayanan karena jika pelaporan melebihi jumlah pelayanan maka institusi harus menyetorkan lebih juga. Tetapi jika yang dilaporkan adalah lebih sedikit dari jumlah pelayanan dilapangan maka yang disetorkan ke KAS Negara juga lebih sedikit dari yang seharusnya.
Ini bisa terjadi jika institusi pemerintahan melakukan pelaporan ganda, dimana dari sisi keterbukaan publik dimana biaya yang harus dikeluarkan masyarakat legal tetapi pelaporan ke KAS Negara hanya sebagian.  Hal ini juga penyebab terjadinya pemalsuan data dan dokumen. Disini sebenarnya diperlukan peran pengawasan yang dilakukan oleh institusi lain yang independen.
7. Menunda penyetoran ke KAS Negara, alibi lainnya adalah dana yang semestinya disetorkan ke KAS negara tidak segera disetorkan, tetapi dana tersebut dikembangkan terlebih dahulu, dan setelah mendapatkan hasil maka hasilnya diambil dan dana baru disetorkan ke KAS Negara. Istilah awamnya adalah dana diendapkan lebih dahulu untuk bisa di putar dan menghasilkan keuntungan, keuntungan itu dipakai sendiri dan dana wajib setor baru disetorkan ke KAS Negara.

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Pungli yang dilakukan secara sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi akan sulit terdeteksi oleh masyarakat. Bisa di indentifikasi jika institusi yang sama dibandingkan antar daerah, tetapi karakter pembanding ini menimbulkan dugaan adanya pungli jika terjadi perbedaan yang mencolok. 
Yang dapat ditandai secara pasti jika sebuah institusi melakukan pungli adalah dengan adanya keterbukaan dan transparansi dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara. 
Hal ini ditunjukkan oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang - Undangan no. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Dikatakan bahwa informasi adalah kebutuhan pokok setiap orang yang merupakan bagian penting dari ketahanan nasional. Hak mendapatkan informasi merupakan hak asasi manusia, ini merupakan ciri dari negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam mewujudkan penyelenggara negara yang baik. Keterbukaan informasi publik juga merupakan sarana untuk memaksimalkan fungsi pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan negara atau badan publik lainnya yang berdampak pada kepentingan publik.
Tentu saja tidak semua informasi harus disampaikan tetapi informasi yang bersifat rahasia juga harus dijaga sebagai wujud kewibawaan penyenggaara negara dan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar dan luas daripada membukanya kepada publik.

Melalui undang - undang no 14 tahun 2008 memberikan dasar bagi penyelenggara negara dan masyarakat terkait dengan informasi - informasi mana yang perlu disampaikan kepada publik ( masyarakat ) dan bagi masyarakat dapat mengetahui informasi yang diperlukan sehingga masyarakat juga sebagai controling terhadap pungli. Undang - undang no 14 tahun 2008 ini juga dapat mengurangi informasi yang bersifat hoax asal masyarakt diberi kemudahan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan dari lembaga / instansi pemerintahan sesuai fungsi dan bidangnya.

Untuk mengatasi punglli ternyata pemerintah sudah melakukan upaya yang diwujudkan dengan pembentukan Sapu Bersih (Saber) Pungli yang diumumkan pada hari jumat, 21 Oktober 2016 oleh Menko Polhukam Wiranto. Pembentukan Saber Pungli ini merupakan tindak lanjut dari Perpres ( peraturan presiden ) no 87 tahun 2016. Saber Pungli ini dibawah Koordinasi Menko Polhukam.
Menurut Kristian Erdianto dalam  https://nasional.kompas.com/read/2016/10/24/07121481/pemberantasan.pungli.upaya.mendapat.kepercayaan.publik.dan.penegakan.hukum menyatakan bahwa cara kerja Saber Pungli ini dengan mengoptimalkan pemanfaatan personel, satuan kerja dan sarana prasarana, baik di tingkat kementrian / lembaga di semua tingkatan pemerintahan dari pusat hingga daerah. Fungsi dari satgas Saber Pungli adalah empatfungsi intelejen yang meliputi intelejen, pencegahan dan sosialisasi, penindakan dan yustiti. Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang untuk melakukan operasi tangkap tangan. 
Kristian Erdianto juga mengatakan pada https://nasional.kompas.com/read/2017/01/05/20181041/dalam.dua.bulan.terakhir.saber.pungli.lakukan.71.ott bahwa ketua Satuan Tugas Saber pungli Komjen Pol Dwi Priyatno pada 5 Januari 2017 menyebutkan bahwa bulan November dan Desember 2016 ( 2 bulan terakhir ) Saber pungli telah menerima 18.600 laporan, dan baru 71 kasus diantaranya ditindaklanjuti dengan operasi tangkap tangan ( OTT ) 

Ini menunjukkan bahwa fungsi kontroling dari publik ( masyarakat ) terhadap penyelenggara negara berjalan. Tinggal bagaimana sumber daya ini ( dalam analisa swott ini sebagai kekuatan ) dikembangkan dan ditindak lanjuti dengan lebih serius. Dari data dan informasi diatas dari 18.600 laporan baru 71 kasus yang ditindak lanjuti dengan OTT, masih butuh semangat dan kerja keras dari satgas Saber pungli. Mungkin karena baru 3 bulan terbentuknya saber pungli sudah harus mengerjakan PR yang sangat banyak.
Hasil dari satgas Saber Pungli ini telah banyak kita dengar seperti pada berita dari www.wartaekonomi.co.id tertanggal 12-10-2016 telah menangkap 5 pegawai Kementrian Perhubungan ( 2 ASN dan 3 pegawai hnonorer ) dan 1 orang dari swata yang diduga terlibat dalam tindakan pungli perizinan bagi pelaut. Kapolri Tito Karnavian juga mengatakan di Kementrian Perhubungan telah menyita barang bukti uang tunai Rp 61 juta dari lantai 12 Gedung Karya Kemenhub dan Rp 34 juta dari lantai 6 gedung yang sama dalam operasi tangkap tangan ( OTT ).

Radarbali.jawapos.com tertanggal 2 Januari 2018 menuliskan berita ditangkapnya 6 truk yang membawa material batu , tanah dan pasir oleh Polres Jembrana pada 10-01-2018. Ketua tim tindak Saber Pungli Jembrana Ipda  I Made Pasek mengatakan bahwa penangkapan ketua Pecalang Banjar Bilok Poh I Nengah Swiarta mengindikasikan bahwa pungli dilakukan ecara sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi dengan melakukan rapat dengan tokoh- tokoh adat setempat klian adat I Made Widi Wiradnya, Ketua LPM Kelurahan Tegal Cangkring I Made Susila Diatmika, Bendahara Banjar Adat Biluk Poh I Wayan Widana dan dua orang juru arah Lanag Putra Yasa dan Dek Apung.
Dari pertemuan tersebut disepakati untuk memungut uang terhadap setiap truk yang menambang di Banjar Biluk Poh sebesar Rp 15.000,-. Dan disepakati ketua pecalang yang melakukan pungutan mendapat bagian 25 % dan 75 % sisanya untuk kegiatan adat banjar Bilik Poh.

www.sindangkasihnews.com pada 7 -02-2018 melaporkan bahwa Polres Majalengka telah menerima pelimbahan berkas perkara pungli kegiatan program pendaftaran tanah sistematis lengkap ( PTSL ) tahun 2018 di Desa Pangkalanpari Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka. Informasi yang diterima dari masyarakat bahwa pihak panitia PTSL Desa Pangkalanpari mengadakan sosialisasi program pendaftaran tanah sistematis lengkap atau program Prona dengan biaya pendaftaran hingga menjadi sertifikat. Adapun pungutan terbilang fariatif, dari sebesar Rp. 300 ribu hingga Rp. 500 ribu. Nilai pungutan ini terbilang lebih besar dari biaya PTSL menurut SKB tiga menteri nomor 25/SKB/V/207 tanggal 22 mei 2017 yang menyatakan biaya PTSL di Jawa dan Bali sebesar Rp 150.000,-


www.jawapos.com tertanggal 20-08-2018 menuliskan Praktik pungutan liar (pungli) pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Kabupaten Kediri berhasil dibongkar, Sabtu (18/8). Dalam pelaksanaannya, pungli sangat terstruktur mulai level bawah hingga elite. Modusnya, para pelaku menarik biaya pembuatan SIM di luar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang sudah ditetapkan. Biayanya bervariasi mulai Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu.
Kelima orang calo menyetor hasil pungli kepada AN oknum ASN setiap hari, Uang setoran tersebut oleh AN disetor ke Baur SIM Bripka IK. IK merekap laporan per minggu dan diduga dibagi rata kepada pejabat utama di Polres Kediri - Jawa Timur. Mulai dari Kanit Regident, Kasat Lantas, hingga Kapolres Kediri.

Dari informasi operasi tangkap tangan oleh Saber Pungli diatas mengindikasikan pungli yang dilakukan secara sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi.

Sepertinya masih membutuhkan waktu dan upaya yang keras dari Saber Pungli Menko Polhukan untuk memberantas pungli karena pungli yang terjadi di Indonesia sudah menjadi wabah penyakit yang menular. Satu di tangkap muncul pungli - pungli baru lainnya.
Seperti yang tertuang dalam Peraturan Bupati Blitar No 14 tahun 2011 tentang pelaksanaan pengawasan melekat dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkup pemerintahan Blitar menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan pada instansi pemerintah oleh berbagai aparat pengawas fungsional baik secara internal maupun eksternal yang selami ini terjadi mengindikasikan bahwa penyimpangan, pelanggaran dan pemborosan di hampir semua instansi pemerintah terjadi secara berulang - ulang tanpa ada perbaikan yang signifikan.
Dari Peraturan Bupati Blitar No 14 tahun 2011 ini membuka mata kita bahwa fungsi pengawasan dan kontroling sudah dilakukan tetapi tindak lanjut dari hasil pengawasan tidak ada. Sehingga hasil pengawasan tidak ada tindak lanjut perbaikan yang lebih baik. Bisa jadi evaluasi - evaluasi yang dilakukan oleh lembaga pengawas maupun DPR hanya sebatas evaluasi di atas kertas, dan tidak ada tindak lanjut perbaikan.



Menurut kami jika Surat Edaran dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) RI no 5 tahun 2016 tentang pemberantasan praktek pungli dijalankan dengan baik dapat mengurangi terjadinya pungli. Tetapi Surat Edaran itu hanya berupa petunjuk teknis kepada kepala lembaga / kepala instansi untuk memberantas pungli. Tetapi bagaimana jika kepala lembaga / kepala instansi yang melakukan pungli secara sistematis, bersama - sama, terencana, dan rapi.
Tetapi Surat Edaran itu sebagai upaya pemerintah untuk menekan pungli di instansi pemerintahan. Isi surat edaran adalah :
1. Mengidentifikasi zona yang berpotensi terjadi pungli dan melakukan langkah pemberantasan pungli.
2. Menindak tegas aparatur sipil negara ( ASN ) yang terlibat pungli.
3. Melakukan investigasi untuk menjaring keterlibatan oknum -oknum lain.
4. Meminta kepala instansi untuk memberlakukan pengembangan sistem pelayanan berbasis teknologi informasi agar mencegah dan mengurangi hubungan langsung antara petugas dan masyarakat.
5. Membuka akses yang luas pada masyarakat terhadap standar pelayanan secara transparan.
6. Melakukan pengawasan internal untuk mencegah praktik pungli.
7. Meningkatkan kwalitas ASN
8. Membuka akses yang mudah dan murah bagi masyarakat untuk melakukan pengaduan.
9. Merespon cepat terhadap pengaduan dari masyarakat dan menerapkan sistem pengaduan internal untuk menekan potensi pungli.

Selain itu, Asman juga meminta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar berkoordinasi dan bersinergi dengan Aparat Internal Instansi Pemerintah (APIP) Kementerian, lembaga dan pemda melakukan quality assurance atas kegiatan pemberantasan pungli.

Langkah - langkah tersebut menurut kami sudah baik tetapi kembali lagi kami pertanyakan adalah bagaimana jika yang melakukan adalah kepala instansi seperti yang terjadi pada Polres Kediri pada 20-08-2018 dalam kasus pungli pengurusan Surat Ijin Mengemudi ( SIM ) yang telah tertangkap tangan oleh Saber Pungli. Surat Edaran Menteri PANRB nomer 5 tahun 2016 dan peristiwa pungli SIM di Polres Kediri terjadi tahun 2018. Ini adalah bukti bahwa surat edaran itu hanya dianggap angin lalu.

Menurut kami perlu ada sangsi tegas terhadap oknum ASN yang melakukan pungli, karena telah merugikan negara dan masyarakat. Sangsi tidak hanya mutasi atau penurutan pangkat atau perlambatan kenaikan pangkat saja tetapi jika perlu pemecatan secara tidak terhormat terhadap pelaku pungli terutama ASN maupun tenaga honorer / tenaga sukarela di lingkungan instansi pemerintah.
Share on Google Plus

About Restsindo

0 komentar:

Post a Comment