PARTAI POLITIK - KEKUASAAN DAN UANG dan Dana APBN/APBD yang terserap untuk Partai Politik

Menurut suarakebebasan.org dalam artikelnya tertanggal 26 Oktober 2017 tentang menyoal undang - undang partai politik. Dalam artikelnya disebutkan bahwa ada survei dari Populi Center pada tahun 2015 menyebutkan bahwa Masyarakat menganggap DPR sebagai lembaga terkorup demikian juga Kepolisian RI pada urutan ke-2 survei tersebut. Dan dari survei itu juga menyebutkan hanya 12,5 % yang percaya Partai Politik sebagai institusi yang "bersih".

Pada postingan kami kali ini kami memberi tema tentang partai politik , kekuasaan dan uang. Tiga poin ini yang akan kami uraikan dalam artikel ini. Dasar hukum berdasarkan pada Undang- Undang tentang Partai Politik yaitu UU no 2 tahun 2008 yang disempurnakan dalam UU no 2 tahun 2011 serta Peraturan Pemerintah ( PP ) No 1 tahun 2018 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik.

Perolehan suara sah terbanyak di DPR- DPD - DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten adalah tuntutan setiap partai politik dalam menggapai kedudukan kekuasaan di Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu dengan bermodalkan janji - janji manis kepada masyarakat para kader, tim sukses, para bakal calon anggota Dewan berusaha mengambil hati rakyat ketika menjelang pemilu. Tidak jarang sikap sangat baik dan santun ditunjukkan ketika proses kampanye, bahkan menurut kami seolah - oleh para calon anggota dewan ini saat masa kampanye adalah orang yang paling peduli, paling perhatian, dan paling santun terhadap masyarakat khususnya kaum marginal dan terpinggirkan. Tidak jarang kami melihat para calon anggota dewan ini turun ke pasar - pasar tradisional, berdialog dengan pedagang dan pembeli, memberi santunan bahkan bersedia mencium tangan orang-orang terpinggirkan. Padalah prilaku tersebut baru pertama kalinya mereka lakukan atau hanya dilakukan pada saat masa kampanye. Setelahnya ....... saat mereka terpilih menjadi anggota Dewan yang terhormat, wakil- wakil rakyat ...... mereka menjadi raja - raja atas rakyat. Ini sangat mencolok ketika mereka bepergian ...... para anggota dewan ini memakai jasa pengawalan polisi dan minta jalur khusus. Persis seperti seorang raja yang turun ke jalanan, harus dikawal dan jalanan yang dilalui harus steril. Mereka tidak lagi bersikap ramah, santun, sikap peduli dan perhatian kepada kaum termarginal dan terpinggirkan diabaikan. Jangankan masuk dan keluar pasar  untuk berdialog langsung dengan para pedagang dan pembeli, mereka enggan ke pasar tradisional dan jika terpaksa mereka menyuruh asistennya yang belanja.
Menurut kami yang aneh adalah sikap yang demikian dilakukan berulang - ulang, tetap saja rakyat memilih mereka di masa kampanye dan pemilu. Seolah - oleh ada sesuatu yang menutup mata dan telinga rakyat akan keburukan bakal calon legislatif. Bahkan menerut beberapa pemberitaan pada pemilu legistlatif tahun depan (2019) ada nama - nama calon legislatif dari partai politik yang terduga dalam kasus korupsi masih saja namanya dicalonkan sebagai calon anggota dewan. Entah bagaimana mekanisme yang terjadi dalam intern partai politik sehingga yang seharusnya para calon wakil rakyat adalah rakyat - rakyat terpilih tetapi justru orang-orang berduit dan preman yang dicalonkan.

Negara Republik Indonesia mengakui dan menjamin kemerdekaan dalam berserikat, berkumpul dan pengeluarkan pikiran serta pendapatnya, pengakuan dan jaminan dari negara ini telah tertuang dalam UUD 45. Pengukuhan kemerdekaan berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat oleh negara merupakan bagian dari upaya mewujudkan kehidupan bangsa yang kokoh, kuat dalam menjalin persatuan , kedaulatan dan dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur serta demokratis yang berdsarkan hukum. Oleh karenanya dalam kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, aspirasi, keterbukaan , keadilan dan tanggung jawab yang tidak diskriminatif dipandang perlu adanya landasan hukum. Dalam menjunjung tinggi kebebasan bertanggung jawab maka partai politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat Indonesia.
Diperlukan penguatan dalam kelembagaan dan peningkatan fungsi serta peran partai politik maka diperlukan penguatan pelaksanaan demokrasi  dan sistem kepartaian yang efektif sesuai dengan amanat UUD 45 dan tujuan negara mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Gambar dana bantuan untuk Partai, gambar dari berbagi sumber

Terlepas sikap dan perilaku dari oktum -oknum anggota dewan terpilih dan bakal calon anggota dewan yang berperilaku tidak selayaknya seperti kami uraikan diatas, kami perlu memberitahukan hasil pemilu tahun 2014. Data ini kami peroleh dari tulisan Dani Prabowo dalam nasional.kompas.com "Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Pemilu Legislatif 2014"  pada 9 Mei 2014 sesuai dengan Keputusan KPU 411/KPTS/KPU/2014 tentang Penetapan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) secara umum dalam pemilihan umum. Adapun hasil perolehan suara secara nasional sebagai berikut :
1. Partai Nasdem 8.402.812 (6,72 persen) 
2. Partai Kebangkitan Bangsa 11.298.957 (9,04 persen) 
3. Partai Keadilan Sejahtera 8.480.204 (6,79 persen) 
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 23.681.471 (18,95 persen) 
5. Partai Golkar 18.432.312 (14,75 persen) 
6. Partai Gerindra 14.760.371 (11,81 persen) 
7. Partai Demokrat 12.728.913 (10,19 persen) 
8. Partai Amanat Nasional 9.481.621 (7,59 persen) 
9. Partai Persatuan Pembangunan 8.157.488 (6,53 persen) 
10. Partai Hanura 6.579.498 (5,26 persen) 
11. Partai Bulan Bintang 1.825.750 (1,46 persen)* 
12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1.143.094 (0,91 persen) *

Keterangan : * PBB dan PKPI tidak lolos ke DPR karena perolehan suara kurang dari 3,50 persen.

Sedangkan data - data perolehan suara DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten di seluruh Indonesia dalam dibaca di situs resmi KPU di https://kpu.go.id/ atau di situs- situs remi KPU D silahkan anda cari di Mbah Google semisal KPU Jawa timur di www.kpujatim.go.id ; www.kpujakarta.go.id adalah situs KPU Jakarta ; www.kpu-bantenprov.go.id ; kpu-jakartaselatankota.go.id ; kpu-jakartapusat.go.id ; kpud-medankota.go.id dan masih banyak lagi. Situs situs tersebut menginformasikan data - data yang lebih akurat dan terregulasi bukan berita hoax.

Jika kita membandingkan UU no 2 tahun 2008 dengan UU no 2 tahun 2011 tentang Partai Politik ada beberapa perbedaan yang patut kita cermati, Produk kedua undang undang pada era pemerintahan DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO ini saling melengkapi dan revisi tahun 2011 harus kita cermati mengingat hanya dalam waktu 3 tahun saja sudah ada revisi. Mari kita cermati bersama :
pada pasal 3 tentang jumlah kepengurusan partai politik di tingkat propinsi paling sedikit 75 % dari jumlah Kabupaten / Kota pada provinsi bersangkutan naik jumlahnya 25 % dari UU no tahun 2008; sedangkan jumlah pengurus tingkat kabupaten paling sedikit 50 % dari jumlah kecamatan pada kabupaten atau kota, ini juga naik dimana menurut UUno2 tahun 2008 hanya 25 % dari jumlah kecamatan pada tiap Kabupaten / kota bersangkutan.

Ini artinya apa ? menurut kami UU no 2 tahun 2011 mensyaratkan kepengurusan partai di tingkat provinsi dan kabupaten / kota lebih banyak agar partai politik ini bukan partai politik "gurem". Kepengurusan partai politik menurut undang - undang diharapkan sampai tingkat kelurahan dan desa  seperti yang tertuang dalam pasal 19. Dengan demikian masyarakat di tingkat Kabupaten / kota di tiap - tiap provinsi benar - benar kenal dan tahu  serta populer juga dekat dengan rakyat keberadaan partai politik tersebut di masyarakat.

Menurut UU no 2 tahun 2008 pada Bab XIII pasal 31 tentang Pendidikan Politik disebutkan bahwa partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawab dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender untuk meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat serta dapat meningkatkan kemandirian, kedewasaan dalam membangun karakter bangsa untuk membangun persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Materi Pendidikan politik juga telah tertuang dalam UU No 2 tahun 2011 yaitu a. pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan
c. pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan.

Dana yang dibutuhkan untuk kegiatan pendidikan politik ini menurut UU no 2 tahun 2011 pada pasal 34 berasal dari dana APBN / APBD yang diberikan sesuai dengan perolehan kursi di DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ kota berdasarkan jumlah suara sah. Disebutkan dana APBN diprioritaskan untuk pendidikan politik. 
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 1 tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas peraturan pemerintah No 5 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik yang telah disahkan dan diundangkan pada 4 Januari 2018 besarnya bantuan kepada Partai politik seperti tertuang dalam Pasal 5 adalah Bantuan APBN / APBD untuk partai politik sebagai berikut :
 Bantuan DPR Rp 1.000,- per suara sah
 Bantuan DPRD Provinsi yang mendapat kursi Rp 1.200,- per suara sah
 Bantuan DPRD Kabupaten / Kota yang mendapat kursi Rp 1.500,- per suara sah
PP No 1 tahun 2018 ini pada pasal 9 menyebutkan bahwa bantuan ini diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan Masyarakat juga dapat digunakan untuk operasional sekretariat Partai Politik.

Dan jika kita cermati bantuan APBN/APBD untuk Partai Politik ini jika dikalkulasi dengan jumlah perolehan suara sah sangat besar. Sebelum disahkannya PP No 1 2018 ini dana bantuan untuk Partai Politik sebersar Rp 108 per suara sah.
Berdasarkan nasional.kompas.com tertanggal 29 Agustus 2017 " Naik 10 Kali Lipat, Berapa Dana yang Akan Diterima Setiap Parpol? " dijelaskan oleh Abba Gabrillin  berdasarkan hasil Pemilu tahun 2014 untuk Pusat ( DPR RI ) sebagai berikut :
1. PDIP yang sebelumnya mendapat Rp 2,5 miliar per tahun menjadi Rp 23,7 Miliar per tahun.
2. PKPI sebelumnya mendapat Rp 123,4 juta per tahun menjadi Rp 1,1 miliar per tahun
3. Partai Nasdem memperoleh Rp 8,4 miliar per tahun dari perolehan suara nasional 8.402.812 suara sah
4. PKB mendapat Rp 11,2 miliar per tahun dari suara sah nasional 11.298.957 suara sah
5. PKS mendapat Rp 8,4 miliar per tahun dari suara sah nasional 8.480.204 suara sah
6. GOLKAR mendapat Rp 18,4 miliar per tahun dari suara sah nasional sebesar 18.432.312
7. GERINDRA mendapat Rp 14,7 miliar per tahun dari perolehan suara sah nasional 14.760.371
8. DEMOKRAT mendapat Rp 12,7 miliar per tahun dari perolehan suara sah nasional 12.728.913
9. PAN mendapat Rp 9,4 miliar per tahun dari perolehan suara sah nasional 9.481.621
10. PPP mendapat Rp 8,1 miliar per tahun dari perolehan suara sah nasional 8.157.488
11. HANURA mendapat Rp 6,5 miliar per tahun dari perolehan suara sah nasional 6.579.498
12. PBB ( Partai Bulan Bintang ) mendapat Rp 1,8 miliar per tahun dari perolehan suara sah 1.825.750

Data tersebut diatas baru bantuan APBN untuk partai politik tingkat pusat kursi DPR RI, belum lagi APBD Provinsi dan APBD Kabupaten / kota di seluruh Indonesia harus mengeluarkan dana bantuan untuk partai politik. Untuk memudahkan dalam menghitung silahkan anda hitung perolehan suara sah di tingkat DPRD Provinsi x Rp 1.200 per suara sah. Dan untuk kursi DPRD Kabupaten / Kota tiap tahun mendapat dana suara sah x Rp 1.500 per suara sah.

Bisa anda bayangkan sendiri jika dana APBN dan dana APBD Provinsi serta APBD Kabupaten/ Kota yang terserap untuk partai politik. Disisi lain APBN tahun 2018 ini negara mengalami defisit anggaran.
Sesuai dengan UU no 15 tahun 2017 tentang APBN tahun anggaran 2018 seperti Pasal 3 Anggaran pendapatan 2018 Rp 1.894.720.327.977.000 pada Pasal 7 Rencana Belanja 2018 Rp 2.220.656.966.577.000,- sehingga disebutkan pada Pasal 21 tahun anggaran 2018 ini mengalami Defisit anggaran sebesar Rp 325.936.600.000.

Ini adalah Fakta menarik bahwa para pengambil kebijakan di negeri ini. Anda bisa menilai sendiri.
Jika di awal kami memberikan informasi tentang survei dari Populi Center pada tahun 2015 lalu menyebutkan bahwa Masyarakat menganggap DPR sebagai lembaga terkorup demikian juga Kepolisian RI pada urutan ke-2 survei tersebut. 
Semoga bermanfaat.
Share on Google Plus

About Restsindo

2 komentar: