Yang lagi ngehits pada bulan Februari 2019 Pasca debat Capres ke-2 di Hotel Sultan Jakarta pada hari Minggu, 17-02-2019 adalah topik mengenai penguasaan Lahan yang mencapai 340.000 ha di Kalimantan dan di Aceh dengan luasan 120.000 ha di daerah Aceh tengah dan 220.000 ha tanah di daerah Kalimantan Timur oleh Prabowo. Dimana pertanyaan disampaikan oleh Capres no 1 Joko Widodo kepada Prabowo dan di benarkan oleh Prabowo dengan keterangan tanah tersebut berstatus Hak Guna Usaha (HGU), dan kesediaan Prabowo mengembalikan ke Negara jika negara memerlukannya.
Pro dan kontra terkait pernyataan tersebut telah membuka mata rakyak Indonessia bahwa para penguasa seperti Presiden sebenarnya mengetahui penguasaan lahan oleh segelintir orang, tetapi baru terkuak. Sebenarnya kejadian serupa telah terjadi di daerah - daerah dimana penguasa dan pejabat menguasai lahan milik negara dengan luasan yang fantastis ratusan hingga ribuan hektar. Tetapi tetap saja keadaan ini seolah - olah tidak terjadi apa - apa, selama bertahun - tahun masyarakat dibuat bungkam. Untuk itulah maka pada artikel kali ini kami akan mengulasnya dari sudut pandang Undang - Undang.
Kembali ke kasus yang lagi ngehits pasca debat Capres pada 17-02-2019. Pasca peristiwa tersebut banyak berita - berita bermunculan yang mengklarivikasi pernyataan seperti yang disampaikan oleh serambinews.com yang menjelaskan bahwa penguasaan lahan di Gayo ( Aceh tengah dan Bener Meriah ) adalah lahan hutan tanaman industri ( HTO) oleh PT Tusam Hutani Lestar (HTL) milik Prabowo Subianto. Ada klarivikasi mengenai luas lahan menurut direktur LSM Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi ) Provinsi Aceh menyetakan luas lahan yang dikuasai 97.300 ha, tetapi menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh menyatakan lahan yang dikuasai Prabowo seluas 93.000 ha.
Informasi yang disampaikan oleh CNN Indonesia menyebutkan bahwa ada pengusaha keturunan Tionghoa yang memiliki lahan 5 juta ha yaitu perusahaan Sinar Mas Group ada juga Asian Agri, dan DSN Group. Hafid menyebutkan laporan Bank Dunia pada 15 Desember 2015 menyatakan sebanyak 74 % tanah di Indonesia dikuasai oleh 0,2 % penduduk. Jika informasi ini benar maka sungguh sangat parah kerusakan di Indonesia. Bayangkan saja pemilik lahan akan tergusur oleh para pendatang yang notabane memiliki akses ke penguasa dan pejabat serta berduit. Bisa dibayangkan jika tanah di Indonesia 74 % dikuasai oleh 0,2 % penduduk sehingga hanya 26 % luas tanah yang ditempati dan dikelola oleh 99,8 % penduduk ( sekitar 260 juta jiwa pada 2019 ini ).
Gambar : Ketimpangan Penguasaan tanah.
Kondisi ini mencerminkan terjadinya ketimpangan penguasaan lahan, penguasaan lahan lebih banyak dikuasai oleh korporasi daripada rakyat kecil. Prabowo hanya satu contoh orang yang menguasai lahan, dan di luar sana masih banyak orang - orang yang seperti Prabowo. Menurut Wahyu A Perdana sebaga Manager Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi) Indonesia menyatakan ketimpangan lahan juga terjadi di seluruh sektor termasuk pemegang konsesi tambang dan perkebunan oleh korporasi.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( LHK ), Siti Nurbaya Bakar juga membenarkan ketimpangan penguasaan lahan dengan menyatakan sebagian besar hutan dikuasai oleh perusahaan swasta. Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 yang bertajuk "Apa kabar reforma agraria perhutanan sosial pada 3-04-2018 dengan judul paparan " Evolusi Kawasan Hutan , Tora dan Perhutanan Sosial ". Dijelaskan bahwa dari total luas hutan di Indonesia sebesar 125.922.74 ha kawasan hutan telah dikelola oleh swasta , masyarakat dan untuk kepentingan umum sebanyak 42.253.234 ha sehingga sisa luas hutan yang masih dikelola oleh negara sebesar 83.669.240 ha. Dari 42.253.234 ha sebanyak 95,76 % dikelola oleh swasta, sedangkan rakyat hanya menguasai 4,1 % kawasan hutan sedangkan untuk kepentingan umum hanya 0.10 % nya saja.
Penguasaan lahan hutan oleh swasta,masyarakat maupun untuk kepentingan umum diperoleh melalui bermacam - macam jenis ijin. Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) dan Jasa Lingkungan sebesar 51.363 hektare. Ada yang dikuasai lewat pemanfaatan hutan berupa Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan hutan sosial, jumlahnya 33.316.788 hektare di tangan swasta dan 822.370 hektare di tangan masyarakat.
Siti Nurbaya juga menjelaskan bahwa pelepasan kawasan hutan sebelum TORA ( Tanah Objek Reforma Agraria )untuk swata sebanyak 88 % dan 12 % untuk rakyat. Dan setelah TORA menjadi 59-62 % untuk swata dan 38-41 % untuk masyarakat. Dan pemanfaatan hutan sebelum perhutanan sosial dikuasai swata sebanyak 98 % dan oleh masyarakat hanya 2 % dan setelah perhutanan sosial menjadi 69 - 72 % untuk swasta dan 28-31 % untuk masyarakat.
Jika kita perhatikan hampir setiap pergantian kabinet selalu mengeluarkan ijin penguasaan lahan kepada korporasi, swasta, masyarakat. Seolah olah pergantian kabinet kerja sebagai kesempatan, ganti pemimpin menjadi ajang kesempatan mendapatkan ijin penguasaan lahan baik pelepasan kawasan hutan, Penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Izin Usaha untuk Pemanfaatan Hutan Tanaman Industri (HTI), Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Restorasi Ekosistem (RE), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Silahkan anda lihat data dibawah ini.
Oce mari kita mencoba meninjau dari sudut pandang Undang - Undang. Yaitu Undang - Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah; serta ditinjau dari Peraturan menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.
Tinjauan pertama kami adalah UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria sebagai pengganti undang- undang agraria terbitan Belanda. Pada pasal 2 menyebutkan bahwa bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan- perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Wewenang tersebut diatas digunakan untuk mencapai sebesar - besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat dan makmur.
Pasal 6 menyebutkan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial sehingga tidak merugikan kepentingan umum dan pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan ( pasal 7 ).
Undang Undang No 5 tahun 1960 menyebutkan bahwa hak atas tanah hanya diberikan kepada warga negara Indonesia ( pasal 9 ) dan setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara - cara pemerasan ( pasal 10) dengan menjamin perlindungan terhadap golongan yang ekonomis lemah.
Usaha bersama dalam pengelolaan lahan agraria untuk kepentingan nasional dalam bentuk koperasi atau bentuk - bentuk gotong royong lainnya yang diselenggarakan oleh negara.
Pasal 13 UU No 5 tahun 1960 butir (2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
Pasal 15
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :
a. hak milik, --> hanya oleh warga negara indonesia dan tidak berlaku bagi orang asing untuk memiliki hak milik atas tanah.
b. hak guna-usaha, --> minimal 5 ha dan jika luasnya 25 ha atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik. Hak guna usaha paling lama 25 tahun dan untuk perusahaan paling lama 35 tahun ( pasal 29 ) dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Yang boleh memiliki Hak Guna Usaha hanya warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak guna usaha ditetapkan oleh Pemerintah.
c. hak guna-bangunan --> waktunya paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. HGB hanya untuk warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
d. hak pakai --> diberikan kepada warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, atau ke badan hukum atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Waktunya menyesuaikan.
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan --> hanya untuk warga negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hak guna usaha hapus karena ( pasal 34 ):
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).
Bagaimana dengan Peraturan Pemerintah No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah yang perlu menjadi penekanan kami adalah :
pasal 5 : Luas minimal Hak Guna Usaha adalah 5 ha dan Luas Maksimum tanah untuk perorangan adalah 25 ha. Dan luas lahan maksimum untuk badan Usaha tidak terbatas menyesuaikan luas yang diperlukan yang ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat berwenang di bidang usaha yang bersangkutan.
Pasal 8 : Jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun dan dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha diatas tanah yang sama selama tanah masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak. Pasal ini menegaskan bahwa jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha bisa dipakai selamanya sampai pemegang hak bosan.
Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dilakukan dengan membayar uang pemasukan negara.
Mencermati Peraturan Pemerintah No 40 tahun 1996 menurut kami tidak memihak dan menjamin perlindungan terhadap golongan yang ekonomis lemah seperti tertuang dalam UU No 5 tahun 1960 pasal 9 dan 10. PP No 40 tahun 1996 ini memberi peluang bagi organisasi dan perorangan yang bersifat monopoli swasta. Ini bertentangan dengan UU No 5 tahun 1960 pasal 13.
Jika mencermati apa yang lagi ngehits yang terjadi belakangan pasca debat capres 17-02-2019 yang lalu dan informasi - informasi terkait seperti yang telah kami sebutkan diatas menurut kami mengapa korporasi bisa mendapatkan Hak Guna Usaha sampai ribuan hektar dan bahkan bisa sampai jutaan hektar secara undang - undang tidak menyalahi undang - undang No 5 tahun 1960 maupun PP No 40 tahun 1996 serta Peraturan menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional no 9 tahun 1999.
Yang kami soroti adalah dikeluarkannya PP No 40 tahun 1996 justru tidak sesuai dengan niat dan tujuan dari UU No 5 tahun 1960 dimana PP No 40 tahun 1996 memberi peluang terjadinya monopoli oleh korporasi dan tidak memihak dan tidak menjamin perlindungan terhadap golongan yang ekonomis lemah. Sehingga menurut kami hal ini memberi peluang terjadinya penguasaan lahan oleh 0,2 % penduduk yang menguasai 74 % luas tanah Indonesia. Celah peluang terjadinya ketimpangan penguasaan tanah sehingga terjadilah sebanyak 95,76 % tanah hutan dikelola oleh swasta, sedangkan rakyat hanya menguasai 4,1 % kawasan hutan sedangkan untuk kepentingan umum hanya 0.10 % nya saja.
Semoga bermanfaat.
Numpang promo ya Admin^^
ReplyDeleteingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.club ^_$
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^